BAB I
PENDAHULUAN
Jaman semakin moderen,kebutuhan
manusia semakin bertambah dan tidak ada puasnya.Banyak produsen yang menguras
pikiran – pikiran yang kreatif untuk meningkatkan kualitas produknya,agar mampu
bersaing dalam merebut pasar karena tingginya persaingan produsen terkadang
menyebabkan salah satu produsen melakukan persaingan yang tidak sehat.Didalam
persaingan tersebut terkadang produsen melakukan banyak pelanggaran di dalam
hukum perdagangan yang bertujuan untuk saingan produsen nya mengalami
kekurangan dalam penghasilan yang berdampak pada kerugian(bangkrut) yang
berskala besar.Dari permasalahan yang
sering terjadi maka dibuatlah suatu peraturan perdagangan yang disebut HUKUM
DAGANG . Hukum dagang ini dimanfaatkan agar dapat mengatur berjalannya suatu
perdagangan dan mencegah ,memberikan sanksi kepada produsen / perusahaan yang terbukti melakukan
pelanggaran.
BAB II
PERUMUSAN MASALAH
Pada pembahasan kali ini, penulis
akan membagi beberapa perumusan masalah yang akan dibahas yaitu :
1. Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang
2. Berlakunya hukum dagang
3. Hubungan pengusaha dan pembantunya
4. Pengusaha dan kewajibannya
5. Bentuk-bentuk badan usaha
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum
Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Sedangkan hukum dagang ialah hukum yang
mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh
keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan
badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan.
Hukum
dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan
lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH
Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex
specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium
lex specialis derogate lex generalis (hukum khusus mengesampingkan hukum umum).
Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD)
dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya
Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.
Sistem
hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang
aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1.
Hukum tertulis
yang dikofifikasikan :
a)
Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b)
Kitab
Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2.
Hukum tertulis
yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur
tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat
hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian. Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada :
1.
Hukum tertulis
yang dikodifikasi yaitu :
a.
KUHD
b.
KUH Perdata
2.
Hukum tertulis
yang tidak dikodifikasi, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur
tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan, misal UU Hak Cipta.
Materi-materi
hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang
Perikatan, seperti jual-beli,sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Secara khusus
materi hukum dagang yang belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata,
ternyata dapat ditemukan dalam berbagai peraturan khusus yang belum
dikodifikasi seperti tentang koperasi, perusahaan negara, hak cipta dll.
Hubungan
antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti
karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi.
Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam
mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum
Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang
meruapkan perluasan dari Hukum Perdata.
Untuk
itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan
atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum.
KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal
yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.
B.
Berlakunya Hukum Dagang
Perkembangan hukum dagang
sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang
terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan
perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa,
Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya). Tetapi
pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan
perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hokum
Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi
golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara
di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat
unifikasi.
Karena
bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi
dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu
Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681
disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Kemudian
kodifikasi hukum Perancis tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku juga di
Nederland sampai tahun 1838. Pada saat itu pemerintah Nederland menginginkan
adanya Hukum Dagang sendiri. Dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819
direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 Kitab, tetapi di dalamnya tidak
mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang
timbul di bidang perdagangan. Perkara-perkara dagang diselesaikan di muka
pengadilan biasa. Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD
Belanda tahun 1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi pula, KUHD Nederland
1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia. Pada tahun
1893 UU Kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD Nederland
dan UU Kepailitan mulai berlaku pada tahun 1896. (C.S.T. Kansil, 1985 : 11-14).
KUHD
Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S. 1847-23), yang
mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka
dari “Wetboek van Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas
konkordansi (pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai
tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari di Limburg. Selanjutnya Wetboek van
Koophandel Belanda itu juga mangambil dari “Code du Commerce” Perancis tahun
1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du
Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel Belanda. Ada
beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus tentang
perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (speciale
handelsrechtbanken)(H.M.N.Purwosutjipto, 1987 : 9).
Pada
tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang
berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya
memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 :
14). Karena asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan
KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang
dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31
Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan
Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi “Corpus Iuris
Civilis” dari Kaisar Justinianus (527-565) (C.S.T. Kansil, 1985 : 10).
C.
Hubungan Pengusaha dengan Pembantunya
Sebuah
perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang
pengusaha dalam bentuk kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang
pengusaha dapat bekerja sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain
disebut “pembantu-pembantu perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi
dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya
hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan
handels-bedienden. Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku,
kassier, procuratie houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari
orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi
dapat dipandang sebagai seorang lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan
ini termasuk makelar, komissioner.
Namun,
di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang
pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika
perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang
atau pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut. Sementara
itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yaitu
pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan:
1.
Pembantu di
dalam perusahaan
Mempunyai
hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga
berlaku suatu perjanjian perubahan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang
prokutasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.
2.
Pembantu di Luar
Perusahaan
Mempunyai
hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku
suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang
akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata,
misalnya pengacara, notaries, agen perusahaan, makelar, dan komisioner.
D.
Pengusaha dan Kewajibannya
Dalam
menjalankan usahanya tentu saja pengusaha memiliki kewajiban, disamping itu
juga memiliki hak. Berikut merupakan Hak dan Kewajiban yang dimiliki oleh
seorang pengusaha.
·
Hak Pengusaha
a.
Berhak
sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.
b.
Berhak
atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi
c.
Berhak
atas perlakuan yang hormat dari pekerja
d.
Berhak
melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha
·
Kewajiban
Pengusaha
a.
Memberikan
ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
b.
Dilarang
memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada
ijin penyimpangan
c.
Tidak
boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
d.
Bagi
perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat
peraturan perusahaan
e.
Wajib
membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
f.
Wajib
mengikut sertakan dalam program Jamsostek
E.
Bentuk Badan Usaha
Ada
banyak bentuk bentuk badan usaha. Berikut merupakan beberapa bentuk badan
usaha:
1.
Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan usaha yang dibentuk oleh dua orang
atau lebih dengan sistem dan modal yang sudah ditentukan oleh undang undang
yang berlaku.
2.
Koperasi merupakan
badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada
asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
3.
Yayasan
merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan dalam mencapai tujuan tertentu pada bidang sosial, keagamaan,
kesehatan, kemanusiaan dan lain-lain.
4.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan suatu unit usaha yang sebagian besar
atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan serta membuat
suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.BUMN juga
sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya cukup besar.
BAB IV
PENUTUP
Demikian yang dapat disampaikan
mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam pembahasan kali ini, tentunya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya referensi yang ada hubungannya dengan judul pembahasan ini.
Penulis banyak berharap
para pembaca yang dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
penulis demi sempurnanya pembahasan ini dan penulisan artikel atau pembahasan
di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga pembahasan ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://masturohimasu18.blogspot.com/2012/04/hubungan-hukum-dagang-dan-hukum-perdata.html
http://riyanikusuma.wordpress.com/2012/04/01/hukum-dagang-kuhd/
No comments:
Post a Comment